Kamis, 28 April 2011

Kerajaan Matan (KAL-BAR)

Akibat adanya pertikaian antara Kerajaan Landak dengan Kerajaan Sukadana pada masa Sultan Muhammad Zainuddin memindahkan pusat kerajaan dari Indralaya ke Padang (kota Tanjungpura sekarang). Atas bantuan Opu Daeng Manambon , akhirnya Sukadana dapat direbut kembali, tidak beberapa lama kemudian Sultan Zainuddin meninggal dunia, kerajaan diserahkan kepada anaknya yaitu Pangeran Mangkurat. Pangeran Mangkurat yang bergelar Dirilaga, dan memindahkan pusat pemerintahannya ke Padang. Pada masa pemerintahan kamaluddin yang bergelar Sultan Muaziddin, juga dengan sebutan Almarhun Tiang Tiga berusaha mengembalikan kejayaan Tanjungpura seperti masa lalu. Sukadana yang pada masa itu diduduki oleh Belanda dengan nama Niuew Brussels, berusaha direbut kembali oleh Sultan.

Pengembangan agama Islam dan dengan dibantu seorang guru besar yang bernama Syech Maghribi. yang wafat di daerah tersebut dan dimakamkan di Padang desa Tanjungpura.Atas penghargaan masyarakat kepada Sultan Muaziddin maka beliau juga dikenal dengan sebutan Tiang Tiga yang mempunyai arti memiliki tiga jabatan kekuasaan yaitu :

- Sebagai Sultan Tanjungpura yang berpusat di Kota Padang
- Sebagai Sultan Sukadana bekas jajahan Belanda yang berhasil direbut
- Benua Lama sebagai tempat asal Kerajaan Tanjungpura didirikan dengan nama Negeri Baru (sekarang menjadi Negeri Baru Kecamatan Matan Hilir Selatan).


Untuk mengembangkan kejayaan kerajaan Tanjungpura banyak hal yang telah dilakukan oleh raja Matan. Namun hal ini tidaklah mudah sebab selalu mendapat halangan dari Belanda. Pernah dalam tahun 1822, rombongan Belanda yang dipimpin C. Muller datang ke Matan untuk menguasai Kerajaan Matan. Dua ultimatum dikeluarkan oleh Belanda yaitu perundingan dengan raja dan yang kedua dengan cara kekerasan. Akhirnya jalan kedua yang dilakukan oleh belanda untuk menguasai Kerajaan Matan. Dengan menyerahnya Sultan kepada Belanda, membuat Pangeran Cakra marah, sehingga beliau meninggalkan Matan menuju Kendawangan sedangkan Pangeran jaya berangkat ke Tanah Pinoh, Nanga Tayap dan sampai ke Sanggau. Pangeran Tumenggung adik Sultan Muaziddin menyingkir ke Nanga Tayap.

Kerajaan Matan diperintah oleh Sultan Zainuddin II yang bergelar Iradilaga. Dalam masa pemerintahannya Sultan Zainuddin II mempunyai peranan penting dalam pengembangan agama Islam sehingga mencapai puncak kehebatannya masa penggantinya. Di dalam Kerajaan Tanjungpura memberlakukan hukum Agama Islam bagi pemerintah dan rakyatnya. Sehingga peranan Ulama Islam sangat dominan di sini, mempunyai pengaruh besar dalam pemerintahan, pendidikan dan pengajaran agama Islam. Hukum Syara benar-benar dilaksanakan di mana yang mencuri akan dipotong tangannya. Seluruh rakyat diundang untuk menyaksikan jalannya hukuman dengan maksud agar rakyat dapat mengambil hikmahnya untuk tidak melakukan perbuatan tersebut.

Sementara intu dalam bidang pertahanan dan keamanan Tanjungpura memiliki armada angkatan laut yang kuat. Hal ini terbukti pada saat terjadi penyerangan ke Sekadau, dipimpim langsung oleh Pangeran Ratu Kesuma Anom yang menguasai ilmu perang. Begitu juga Pangeran Adi memimpim pasukan menyerang Kendawangan dan memperoleh kemenangan dengan cara damai yaitu dengan jalan perkawinan. Masa Sepeninggal Sultan Zainuddin II, Pangeran Sabran dinobatkan menjadi raja Kerajaan Tanjungpura tahun 1845-1924. pusat ibukota dipindahkan lagi oleh Pangeran Sabran ke Muliakerta Kecamatan Matan Hilir Selatan sekarang. Pangeran Sabran bergelar Panembahan Gusti Muhammad Sabran berputrakan Gusti Muhammad Busrah. Sebelum menjadi raja Gusti Muhammad Busrah meninggal dunia. Sehingga digantikan oleh cucunya yang bernama Gusti Muhammad Saunan sebagai raja di Muliakerta

Pada tahun 1922 M Ketika Gusti Muhammad Saunan diangkat menjadi raja dan setelah 19 tahun memerintah pasukan Jepang datang ke Matan. Menjemput Beliau sehingga tidak ada kabar beritanya dan Beliau tidak meninggalkan keturunan untuk mewarisi kerajaan yang dipimpinya. Dari tradisi masyarakat yang berkembang bahwa ketika pada masa pemerintahan Gusti Muhammad Sabran sering kali terjadi bajak laut kemudian panembahan Matan membentuk angkatan laut dengan panglimanya Hamzah bin Daud yang disebutkan masih keturunan Brunai. Panembahan Matan juga meminta bantuan dengan kesultanan Pontianak sehingga dikirimlah panglima bernama Encik Walid dan Encik Kamis yang meninggalkan keturunan di kampung Padang dan Kampung Tuan-tuan di Kota Ketapang.

Sumber : M.Natsir,Sos.M.Si Informasi Budaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar